Selasa, 23 Agustus 2016

La Mone Sampela Dana Mbojo ( Pemuda Bima)

Oleh: Bung Dayat Mbojo

Diujung negeri sana, berdiri tegak dan gagah seorang Sampela Dana Mbojo ( Pemuda Bima ) bernama La Mone yang terlahir dari keluarga miskin ayahnya seorang petani dan ibunya seorang pedagang sayur biasa, rutinitasnya setiap hari hanya membantu ayah dan ibunya disawah, komitmen hidupnya lahir dari filosofi Kedaerahanya Maja Labo Dahu Sura Dou Labo Dana, pemaknaannya kata ini bagi Sampela Dana Mbojo ( Pemuda Bima ) adalah acuan hidup ditanah kelahiran juga ditanah rantauan, raut wajah yang tegas mencirikan kepribadian kePemudaan yang bersahaja, La Mone  nama kecilnya yang diberikan oleh musafir dana Tambora yang menurut cerita orang tuanya dulu, sebelum La Mone lahir ada seorang bapak tua penjual kopi khas tanah Tambora yang menumpang dirumah ina ra ama La Mone ( Orang Tua La Mone ) dia berpesan pada kedua orang tua La Mone, jika anak yang engkau kandung sekarang lahir jika laki-laki kau kasih nama La Mone karena nama ini adalah mencirikan dia terlahir ditanah mambari tanah yang penuh dengan nilai filosofi Kedaerahan, kelak nantinya jika dia menanyakan pada kalian, kenapa nama saya sangat berbeda dengan teman sebaya ku, kalian harus memberikan pahaman pada dia nama ini adalah mencirikan kepribadian diri dan tanah kelahiran makanya kenapa namamu La Mone berarti kamu mencirikan sampela mbojo ( Pemuda Bima ) yang gagah yang menjujung tinggi nilai kearifan local budaya tanah Bima yang dihargai dan dihormati oleh siapapun yang menjumpaimu nantinya, nama khas La Mone sering dulu diberikan pada anak laki-laki dengan tujuan bahwa dia kelak menjadi pribadi yang tangguh, bijaksana dan pemimpin.
            La Mone tumbuh menjadi Sampela Dana Mbojo ( Pemuda Bima ) yang gagah, bijaksana dan bersahaja, keseharianya dia mampu menampilkan sesuatu yang lebih pada orang lain, pada setiap kegiatan Kampo Ra Mporo ( Kegiatan Masyarakat ) selalu melibatkan diri. Masyarakat sekitar sangat membanggakan La Mone karena dialah satu-satunaya dari ribuan sampela ( Pemuda ) yang masih sadar kana budaya gotong royong yang menjadi symbol khas Kedaerahan, saat ini jarang dijumpai diera modernis sekarang Pemuda masih mempedulikan persoalan Kampo Ra Mporo ( Kegiatan Masyarakat ) mereka selalu disibukkan dengan pergaulan kebarat-baratan sehingga berefek pada perubahan tatanan kehidupan bersosial.
           
            La Mone juga hadir sebagai warna di deretan shaf  di mushallah di ujung jalan berlubang nan gelap disana, maklum anggaran desa masih belum mampu memperbaiki dan memberikan penerangan jalan dalam aktifitas peribadahan di mushallah, Pemuda ini selalu bercerita gurau dengan para ompu ra ama ma waura tua ( kakek/bapak tua ), banyak cerita La Mone lewatkan bersama mereka mulai cerita tentang bagaimana kisah perjuangan rakyat Bima dalam menghadapi para penjajah juga kehidupan bermasyarakat dalam keseharian. Mungkin hematku kenapa Pemuda ini berbeda dengan teman sebanya karena penanaman nilai kearifan lokal yang ditanamkan oleh orang tua dan sering mendengarkan nasehat juga cerita para tetuah dana ra rasa ( tetuah tanah kelahiran )  menjadikan dia sosok Pemuda yang gagah, bijaksana dan berjiwa pemimpin yang menjadi identitas kederiannya sebagai sampela dana mojo ( Pemuda Bima ) seperti apa yang di ramalkan oleh kakek tua penjual kopi Tambora yang singgah dirumahnya dimasa dulu.
            Cerita singkat tentang La Mone memberikan gambaran kepada penulis pribadi, bahwasanya penanaman nilai kepribadian pada generasi bukan hanya diberikan pada saat mereka masuk dalam pendidikan formal saja, tetapi dengan hal yang kecil ini saja mampu memberikan dampak yang besar, berawal dari sebuah nama filosofis keBimaan yang khas mampu menanamkan nilai penghargaan bagi La Mone, tidak selamanya nama yang kampungan tidak dapat berefek yang baik. Sekarang penulis dengar cerita La Mone sudah menjadi seorang pemimpin didaerah pelosok di Bima setelah menempuh pendidikan formal ditanah daeng. Sifat rendah diri dan bijaksanaannya tidak pernah hilang dalam kepribadian dirinya, makanya hematnya penulis, jangan takut memberikan nama dengan pemaknaan Kedaerahan yang khass karena secara tidak langsung kepribadian terbentuk atas dasar nilai kedirian dan penanaman nilai kearifan local Kedaerahan.
            Cerita kecil ini diharapkan mampu membuka paradikma berpikir khusus kepada para rang tua dan pendidik agar dalam keseharian mampu menanamkan nilai kearifan pada generasi agar keberlanjutan tradisi tetap tejaga sehingga nantinya kita bisa mendengar bahwa Sampela Dana Mbojo ( Pemuda Bima ) sangat menjunjung tinggi nilai kearifan local ditengan bekembangnya arus globalisasi yang bebas akan nilai ini.
            Tulisan ini didedikasikan kepada Penulis pribadi, juga pengharapan yang amat besar juga pada seluruh sampela mbojo ma mone ra ma siwe ( Pemuda-Pemudi Bima ) agar kiranya, tetap menjunjung tinggi nilai kearifan local dengan segala filosofi Kedaerahan yang kental. Dana mbojo ndai dana mambari ra manggini ( tanah Bima tanah keramat dan subur ) maka dari itu pelestarian  kebudayaan adalah identitas sebagai Pemuda yang lahir ditanah mbojo ( Bima ).

            Salam Hangat Dari Penulis Diujung Aspal Kota Daeng ( Makassar ) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar