Kamis, 05 November 2015

Kebudayaan tanah Bima ( Dana Manggini)


Oleh: Dayat Mbojo
Cerita indah ku ukir dibelantara pegunungan Doro Leme dengan keramahan suasana alam liarnnya, mengingatkan kita pada masa kecil bercanda riang dengan senyuman polos menikmati segala isi alamnya, biasanya dulu kita lewati masa kecil ini dengan mengambil kayu bakar makan loka, garoso, sambi dan loa sensasi alam inilah yang senangtiasa selalu menghantui diri ini untuk kembali menginjakkan kaki dibelantara gunung penuh pesona dengan segala kemisterianya, banyak para tetuah rasa (tetuah kampung) menganggap bahwasanya digunung doro leme disitulah kami dan orang-orang tua dulu bertahan hidup dari segala ancaman pihak penjajah Kolonialisme Belanda dan Para Nipong Jepang, cerita-cerita rakyat itu sering kami dengar dengan segala kesungguhan hati bahwa perjuangan mereka dalam bertahan hidup dan meraih kemerdekaan sangatlah pahit, decak kagum dan apresiasi yang sangat besar kami persembahkan untuk para tetuah dana mbojoku semoga cita-cita besar mu melihat anak keturunan mu menjadi generasi yang hidup diatas tanah kemerdekaanya sendiri tampa ada lagi eksploitasi kemanusiaan lagi.
Cerita ku pula berlanjut dihamparan so laloja,  so pamali, so laju dan so tolo bou, dalam bahasa Bima, so adalah suatu kawasan persawahan yang memiliki identitas yang berbeda di masing-masing perbatasannya, sehingga jika ada orang pendatang yang mencari perbatasan persawahan ini tidaklah susah sesusah mencari keadilan dinegri ini yang tak kunjung didapatkan oleh rakyat miskin, dihamparan persawahan inilah kami dan orang tua menghabiskan pancaran sinar fajar matahari dengan segala kelembutanya seakan-akan memberikan pengharapan besar bagi kami semoga dewi fortuna menyertai benih-benih ini untuk kelak dapat kami panen dengan kesyukuran diatas tanah manggini ini, pandangan indra ku pun melayang dari barat ketimur juga selatan keutara mengisaratkan bahwa keindahan dan kelimpahan hasil alam ini adalah manifestasi dari tuhanku ternyata kebesarannya dia tunjukan lewat penciptaanya.
Tidak terasa waktu berlalu begitu cepat seperti putaran kincir angin diladang garam menyisahkan kenangan yang begitu indah sehingga diri ini tidak mampu move on dengan desiran angin pedesaanku, sering kuceritakan desaku pada kawan-kawan sebayaku dirantauan bahwa Tanah Bima (dana mbojo) masih kental dengan tradisi kebudayaan dalam kehidupannya sehari-harinya diantara: rimpu, lamba angi, bantu angi dan cua gahi kalembo ade, ini adalah sebagian dari sebuah tradisi yang masih dilakukan oleh warga Bima meskipun sekarang sudah banyak pula kaula muda yang malu bahkan sudah lupa dengan identitas tanah kelahiranyan, makanya dengan melalui tulisan ini pula aku mengajak kawan-kawan muda ( mone ma siwe na) agar senantiasa dimanapun kalian berada untuk tetap membiasakan diri dengan segala bentuk kebudayaan dana ra rasa ndaita menjadi suatu identitas diri kalian, juga mempublikasikan adat istiadat tanah Bima didaerah dimanapun kalian berada tunjukan pada mereka, bahwa tanah bima memiliki identitas budaya yang patut untuk disebar luaskan karna mengandung nilai Agamais dan Seni yang tidak bertentangan dengan asas Pancasila Negara kita.
Ingat kawan muda ( ma mone ra ma siwe na ) bahwa tanah bima adalah tanah para tetuah yang memiliki identitas kedaerahan yang sangat syarat akan nilai etika dan estetika maka hematku sebagai pemuda ( Sampela Dana Mbojo) agar tetap mengedepankan budaya yang kita percayai selama ini sebagai falsafah hidup dalam kehidupan kita sehari- hari, saya juga ingat apa yang dibahasakan oleh budayawan sujiwo tedjo: budaya adalah ciri kepribadian diri manusia yang harus terus dilestarikan walaupun jaman menuntut kita untuk mengikuti perkembangan yang sudah modern, karna nilai budaya merupakan suatu marwah dan esensi dasar kedirian manusia. Jadi tidaklah heran kenapa didaerah bagian jawa sana sampai sekarang dalam sector parawisata kebudayaanya sangat dilirik oleh wisatawan local maupun wisatawan asing meminatinya disebabkan penanaman nilai kebudayaan pada generasinya sangatlah urjensial, secara tidak langsung pula mereka memiliki potensi pertumbuhan nilai ekonomi yang bagus untuk kesejahteraan masyarakat sekitar juga tradisi mereka tidak akan lekang oleh waktu karna itu atadi penanamang meregenerasi.
Kupikir kita pun juga memiliki potensi yang sama seperti mereka dengan tetuah Tanah Mbojo : maja labo dahu, ngaha aina ngoho dan gahi rawi pahu. Ini pun tetuah yang saya pikir adalah sebuah spirit yang tidak akan pernah mati yang akan terus mendorong kita pada semangat untuk melestarikan segala bentuk maupun semua dimensi kebudayaan kita, dengan semangat inipula mulai sekarang pemerintah dan masyarakat tanah Bima harus memiliki tanggung jawab bersama untuk terus saling bahu membahu menebarkan benih-benih kebudayaan ini pada generasi muda, agar nantinya anak cucu kita dapat pula menikmati kebudayaan ini sehingga nilai kebudayaan leluhurnya mereka implentasikan dalam kehidupanya.
Tanah dan tetuah mbojo (Bima) adalah harga diri kita selaku anak yang dilahirkan ditanah yang penuh dengan falsafah hidup yang agamais yang syarat akan nilai etika dan estetika sehingga ini suatu keharusan yang menuntut kita para genersi muda ( Sampela Mbojo) untuk tetap menjujung tinggi tanah kelahiran kita dengan berbagai keragaman budaya yang terkandung didalamnya juga tanggung jawab kita kepada roh-roh tetuah kita yang mewariskan budaya ini dengan penuh harapan bahwa kita tetap satu dalam bingkai kebersamaan tampa adanya suatu perpecahan diantara kita yang memiliki darah dan tetuah  yang sama (ndai sasama mbojo ta).
Salam Hangat Mada Sampela Dana Mbojo:

Bung Dayat H.Ridwan Ompu Bojo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar